Skip to main content

On How We Lost Those Things and Gain The Other Things : Jadi Ibu Rumah Tangga (1)

Yap sekarang sudah bulan Oktober! Hallo :D

Bulan September kemarin, atau tepatnya tanggal 26 adalah hari yang (seharusnya) sangat berkesan bagi saya. Kenapa? Karena 26 September 2017 artinya saya sudah 3 tahun bekerja di perusahaan retail. Tapi siapa yang sangka, hari ini saya adalah ibu rumah tangga.

Saya membuat tulisan ini setelah sebuah percakapan singkat di whatsapp dengan salah satu kandidat yang pernah apply di kantor saya. Sebagai seorang recruiter, ya maksudnya mantan recruiter, saya mencoba menjalin komunikasi yang baik dengan kandidat-kandidat saya. Kadang saya mempersilakan mereka untuk menghubungi saya via whatsapp kalau ada yang ingin ditanyakan, bahkan sampai sekarang masih ada yang menanyakan lowongan kerja.

Kembali lagi, hari itu, ada yang chat saya di whatsapp menanyakan apakah masih ada kesempatan untuknya melamar di kantor. Jawaban singkat saya, "Maaf saya sudah tidak bekerja di X retail lagi, tapi mungkin kamu bisa kirim lamaran ke email ini". Lalu ketika dia bertanya kembali, saat ini saya bekerja dimana, saya sudahi dengan tidak membalas lagi. Sampai akhirnya suami yang meminta izin untuk balas (ya kami terbuka dengan isi handphone masing-masing), "Aku yang balas aja ya, dia kan lagi cari kerjaan", dan saya lihat pak suami mengetik ibu rumah tangga.

Hallo, ada yang salah mengakui diri sendiri "hanya" seorang ibu rumah tangga?

Sebenarnya saya, ataupun kami (bersama suami), tidak pernah merencanakan bahwa right after marriage maka saya otomatis tidak bekerja lagi, walaupun pada dasarnya kami berdua terbuka akan kemungkinan itu bisa saja terjadi kalau sudah memiliki anak.

Sebelum menikah, kami sempat membahas masalah pengaturan keuangan rumah tangga dan aturan-aturan lain yang akan kami berlakukan. Saya rasa ini penting bagi para bride-to-be, prinsip-prinsip dasar dalam berumahtangga harus dipikirkan masak-masak sebelum memulai menjalaninya: How to start a family for dummies :D

Bagi kami saat itu, jam kerja menjadi masalah utama karena saya terlalu sering lembur. Prinsip kami, atau saya sebagai istri, saya tidak mau pulang lebih malam dari suami, dan suami pun tipikal tidak mau menunggu terlalu lama.

Beberapa kali sampai tahap akhir proses rekrutmen di perusahaan lain, saya paham kalau posisi sebagai kandidat wanita yang akan/baru menikah dan tidak menunda kehamilan adalah lemah. Pertimbangan perusahaan mungkin, karena mereka memiliki target dan ekspektasi jangka pendek dan panjang untuk setiap karyawan, terutama karyawan baru yang pasti diharapkan will give bigger impact to the company. Lalu apa yang bisa diharapkan kalau baru sekian bulan, karyawan tersebut akan cuti hamil. Berapa lama impact yang perlu ditunggu perusahaan setelah mengeluarkan dana untuk proses hiring tersebut. How worthy are you? (mohon dikoreksi kalau salah ya).

Singkat cerita, setelah 2 bulan menikah atau mendekati bulan puasa, ini pertanyaan yang sering ditanyakan suami, "kalau nggak kerja lagi, kamu mau ngapain?". I've had so many unreliable plans: bikin-bikin kreasi A terus dijual, reseller jilbab B, produksi gamis sendiri, dan banyak hal yang semuanya berujung pada online shop. Yap, unreliable plan, karena deep inside saya tau saya bukan wanita online shop. Meskipun takut istrinya bisa mati kebosanan di rumah atau stress karena tidak lagi produktif, mungkin secretly, suami juga sangsi dengan rencana-rencana saya tersebut, until once he said "kenapa gak blogging aja?". I felt like "wow, finally dia sadar juga..haha"

Saya gak akan bilang bahwa resign adalah keputusan yang mudah saat itu. It took months for me (and him) to consider another opportunity (saya resign hanya selisih 2 bulan sebelum masa kerja 3 tahun artinya tidak ada uang pisah, dan fyi, suami saya pun juga bukan karyawan tetap), but we took the leap of faith. It might sound cliche but rezeki setiap manusia sudah Allah cukupkan sesuai takaran-Nya dan salah satu golongan yang Allah jamin rezekinya adalah orang yang menikah. Jadi apa yang buat saya tidak percaya pada janji-Nya?
Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27)
 Sumber : Tidak Perlu Khawatir Dengan Rezeki (Rumaysho)

Ada tiga orang yang akan mendapatkan pertolongan Allah: (1) orang yang berjihad di jalan Allah, (2) orang yang menikah demi menjaga kesucian dirinya, (3) budak mukatab yang ingin membebaskan dirinya.” (HR. An-Nasa’i, no. 3218; Tirmidzi, no. 1655; Ibnu Majah, no. 2518. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). 
 Sumber : Nikah Membuka Pintu Rezeki (Rumaysho)

Ini tidak lantas meng-encourage teman-teman perempuan untuk resign saja dari pekerjaan dan menjadi ibu rumah tangga ya. Tidak ada kok larangan bagi wanita untuk punya penghasilan sendiri. Rencana pertama saya pun setelah mengajukan resign adalah mencari kerja lagi dengan jam kerja (dan tentunya benefit) yang pas. Kutipan yang pernah saya baca, "tidak semua wanita mau menjadi ibu rumah tangga, walaupun semua wanita punya potensi". Lalu, apa saya tidak takut bosan atau stress?

Keuangan Rumah Tangga

I'm all aware bahwa kalau saya resign dan tidak bekerja, artinya saya akan menjadi tidak punya uang sendiri, dengan kata lain saya tidak bisa membeli-beli sesuka hati karena sumber pemasukan hanya satu. Pada kenyataannya urusan aliran dana dalam rumah tangga adalah hal yang krusial, makanya satu sama lain harus sadar diri dan saling menyadarkan juga. Dan yang saya rasakan, tinggal pisah dengan orang tua, membuat kami belajar untuk mengambil keputusan sendiri dan bertanggung jawab penuh sebagai suami dan istri.

Jangan Jadi Istri Gengges

Ini termasuk bagian dari sadar diri tadi. Saya janji sama diri sendiri, kalaupun saya tidak bekerja, jangan sampai saya jadi istri kudet (ya walaupun nyatanya saya telat tau kalau pelarangan sepeda motor di Sudirman itu ditunda --,). Lalu juga jadi sering chatting ganggu suami atau teman-teman yang sedang bekerja kantoran. Truth to be told, #IRTlyfe selain manage uang juga harus bisa manage waktu ya sesimpel kapan kita tidur siang, kapan ngurusin setrikaan untuk baju kerja suami, karena kalau keasikan tiduran may lead to suami gak ada stock kemeja buat kerja.

Well, kami baru 6 bulan menikah dan baru hampir 3 bulan saya jadi ibu rumah tangga, jadi belum pantaslah kasih wejangan soal How to Run a Family, alih-alih jadi How to Ruin a Family. Naudzubillaminzalik.

Di postingan kedua saya InsyaAllah akan cerita suka duka selama 3 bulan menjalani #IRTlyfe.
Semoga bermanfaat.

See ya! :D

 



Comments

Popular posts from this blog

This is my new journey

Hallo, Nama saya Henny, dan Aeonian ini adalah blog kedua saya. Blog yang pertama saya dulu lebih banyak merefleksikan kehidupan labil-ababil, harapannya blog ini akan menceritakan perjalanan baru dari seorang wanita 27 tahun. Jadi, supaya terdengar lebih dewasa dan meyakinkan, seperti layaknya wanita dewasa pada umumnya, penggunaan kata ganti  gw akan berubah menjadi hmm.. saya. Soal menulis Saya sudah suka menulis sejak SD. Sebagai seorang introvert, menulis menjadi suatu katarsis  tersendiri. Saya ingat, malam hari di dalam kamar dengan lampu remang-remang, memaksakan diri menulis di diary, karena ada sisa obrolan dengan sepupu yang tidak mungkin disampaikan. Saya juga ingat menghabiskan waktu lama di toko buku memilih "the it notebook" untuk jadi teman curhat. Dan juga suatu ketika di kereta menuju Semarang, kota tempat saya mengenal dunia perkuliahan, tiba-tiba ingin menulis tetapi tidak siap dengan notes, lalu saya ambil selembar buku catatan kuliah hanya untu